Kamis, 17 September 2009

Seks di Usia Dini Memicu Kanker



Ada dua jenis kanker yang menjadi momok kaum Hawa di mana pun mereka berada: kanker payudara dan kanker leher rahim alias kanker serviks. Keduanya tak ubahnya sebuah bayang-bayang kematian. Di negeri ini, berdasarkan data Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang dirilis pada Simposium Nasional Imunisasi Pertama, Oktober lalu, tercatat setiap hari muncul 41 kasus baru dan 20 perempuan meninggal karena kanker serviks. Artinya setiap 30 menit lahir satu kasus baru dan kematian karena kanker ini hampir setiap satu jam. Usia penderita berkisar 35-55 tahun. Ini baru kabar dari satu jenis kanker yang mengerikan.



Menurut Badan Riset Kanker Internasional, kanker serviks sebagian besar disebabkan oleh human papilloma virus (HPV), yang telah ditemukan positif pada lebih dari 95 persen kasus kanker serviks. HPV adalah sejenis virus yang menyerang manusia dengan ragam cukup banyak, yakni sekitar 100 tipe tapi sebagian besar secara medis dinilai tidak berbahaya.

Spesialis kebidanan dan kandungan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Dr dr Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), mengatakan HPV tanpa gejala yang nyata dan bakal hilang dengan sendirinya. Berdasarkan data, 50-80 persen perempuan pernah tertular HPV. Menariknya, 8 bulan kemudian 80 persen virus hilang, tapi tubuh tidak menjadi imun. Lalu dua tahun berikutnya, 10 persen HPV ternyata masih ada di ****** dan leher rahim.

Ovy–sapaan Dr dr Dwiana Ocviyanti–menjelaskan, infeksi virus ini umumnya terjadi pada mereka yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. “HPV didapatkan melalui kontak seksual,” ujarnya. Selain itu, ada faktor lain yang tidak bisa dipinggirkan, seperti sering melahirkan, pil KB (kontrasepsi) jangka panjang, infeksi virus lain (herpes, clamydia, dan HIV), serta merokok.

Kecemasan akan serangan kanker ini semakin besar karena gaya hidup remaja yang lebih “berani”. “Sungguh tidak populer mengimbau mereka berhenti ‘pacaran,’” ucapnya. Apalagi, ia menambahkan, mereka sangat permisif terhadap perihal kontak seksual.



Banyak kasus muda-mudi kisaran usia sekolah menengah pertama yang sudah melakukan hubungan intim. “Ini yang memicu kanker leher rahim, disebabkan oleh daya tahan imunitas organ seksual yang belum cukup siap. Walau pada faktanya banyak orang tua pada zaman dahulu menikah muda, mereka mempunyai pola seks baik dan faktor risiko yang sangat minim untuk terinfeksi,” Ovy menjelaskan.

Solusinya tidak dengan penggunaan kondom karena, menurut Ovy, alat kontrasepsi ini tidak menghalangi penularan HPV. “Kondom hanya melindungi *****, tidak sampai pangkal *****,” ujarnya. Ia menyatakan pencegahan primer paling mujarab adalah stop berhubungan seksual di usia dini dan berganti-ganti pasangan. “Kemungkinan nol persen bagi perempuan yang pola hubungan seksualnya ketat. Artinya, ia dan pasangannya sama-sama baru satu kali melakukan hubungan seksual. Sebaliknya, yang berkeyakinan free sex sangat besar kemungkinannya terinfeksi virus ini.”



Sebenarnya, kata Ovy, infeksi HPV itu adalah faktor risiko, bukan penyebab. Sama seperti merokok. “Merokok itu hanya menurunkan daya tahan sel-sel di tubuh. Namun, bahayanya, rokok mempermudah sel-sel menjadi ganas,” paparnya. Diungkapkan Ovy, nikotin atau tar telah terbukti ditemukan pada cairan serviks. “Zat ini yang mempermudah sel bermutasi,” ujarnya. Menurut dia, para perokok hanya tinggal menunggu risiko mematikan itu.

Menurut Ovy, pencegahan primer untuk infeksi HPV sekaligus kanker leher rahim paling efektif dengan vaksinasi. Sebab, dengan cara ini seorang perempuan dapat terhindar dari infeksi HPV yang onkogenik–jenis HPV yang dapat menimbulkan kanker. Dengan vaksinasi, kecil kemungkinan wanita menderita lesi prakanker atau kanker leher rahim. Apalagi belum ada obat atau cara terapi yang dapat menghilangkan infeksi HPV dari lokasi yang terinfeksi. “Sekali terinfeksi, belum ada terapi yang terbukti dapat menghilangkan infeksi tersebut,” Ovy menegaskan.

Adapun pencegahan sekunder, kata Ovy, bila tidak mendapatkan vaksinasi tapi sudah terinfeksi virus HPV, dengan deteksi dini lesi prakanker sebelum menjadi kanker, dengan menggunakan metode tes pap smear atau tes IVA (inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat). Keampuhan tes ini telah terbukti di Inggris. Ketika kaum Hawa mulai mengabaikan tes pap smear, terjadi kenaikan jumlah kematian karena kanker leher rahim pada tahun lalu sebanyak 413 orang dari 2006 sebanyak 388 orang. Angka itu tertinggi sejak 2001. Selain karena jumlah wanita berusia 25-64 meningkat 4,3 persen, mereka yang rajin melakukan pap smear menurun hanya 12,6 persen dari total wanita.

Tahun ini, setelah kampanye periksa lebih dini dilancarkan, wanita yang melakoni tes mencapai 66,2 persen, terutama pada wanita di bawah 35 tahun. Program pemeriksaan dini akan disebarluaskan di seantero negeri hingga akhir 2009. Tim dari Program Pemeriksaan Kanker NHS memprediksi akan terjadi penurunan 95 persen kematian karena kanker ini dalam jangka panjang setelah kampanye itu. “Karena itu, jangan abaikan tes pap smear dan paling telat usia 30 tahunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar